
Assalamualaikum
wa Rahmatullah wa Barakatuh
Atas
permintaan puan, meminta saya supaya berkenan menulis sepucuk surat cinta yang
nantinya menjadi ubat untuk dikenang, maka berlakulah jari-jemari saya menulis
beberapa madah, kata-kata asmara. Hendaknya menjadi pelipur lara bilamana
sampai kesedihan itu merajai hati, menerbitkan pucuk-pucuk rindu baru, usai dipetik
ia sebagai obat. Tertanda permintaan puan itu, di tanggal 7 agustus 2018.
Sungguh
tak pandai saya merangkai kata-kata. Tak seperti Zainuddin, sang pemuda dari Mengkasar.
Namun saya paham akan dalam rasa cintanya kepada Hayati. Seperti kata para
pendahulu, “tak lapuk karena hujan, tak lekang oleh panas”. Begitulah perasaan
cinta saya kepada puan. Meskipun hebatnya perasaan saya yang membara itu, namun
jua kelu lidah saya bila bersahut sapa dengan puan. Kata-kata itu tersendat
begitu saja di pangkal marih saja. Mati rasa pita suara saya.
Puan,
sebenarnya saya tidak tau harus menyampaikan apa. Warna-warna di dalam hati
saya sudah berpadu, saling memeluk. Tidak jelas lagi bagi saya untuk menerangkan
mana satu warna yang paling terang. Ketika tiba rasa senang saya, maka juga
sedih saya. Ketika muncul berani saya, maka juga takut saya. Jika terang
cermelang saya, maka juga sedun sedan saya. Butuh saya akan waktu untuk
merenung, untuk menyimpulkan kesimpulan warna di perasaan ini. Maka untuk ini,
sudah saya simpulkan ia dalam simpulan yang jelas. Bahwa cinta saya, adalah
warna-warna indah itu. sudah melekat dan tak lagi pudar di hati saya.
Puan,
saya tau bahwa puan berbahagia dengan saya. Dengan ikatan alakadar ini. Namun,
juga tak berhenti saya mengutuk diri. Lantaran terngiang-ngiang di hati saya
rasa tersalah yang amat mendalam. Telah saya bawa puan dalam arus cinta saya
yang deras. Kadang kala terlepas pegangan tangan sehingga puan terbawa jauh,
disisir riak seberang. Tak jua dapat saya jaga hati puan hingga terhantam batu
sungai terlalu sering. Apatah saya berjaya? sudah membahagiakan hati puan yang
baik itu?
Namun,
saya juga mengerti. Hati puan tentu tidak akan sempurna bahagia, bila belum datang
tangan saya berjabat suci dengan wali puan. Sampai waktu itu tiba, izinkan saya
dapat membahagiakan hati puan, sebisa kemampuan saya sekarang. Jikalah nanti
dalam usaha baik saya itu, puan jumpakan akan kesalahan dan kesilapan saya,
maka maafkanlah dengan seluas ruang hati puan.
Maka jika
puan bergundah hati. Usir gundah hati puan itu. Bila puan meragukan tekad cinta
saya, maka percayalah, sungguh ikhlas hati saya mencintai puan. Memanglah letak
cita-cita suci saya kepada puan itu, tersemat tinggi di atas kepala saya. Sudahlah saya
usahakan mencari kayu yang kuat, membentuk ia menjadi papan, untuk saya buatkan
tangga. Meskipun masih sulit keadaan saya untuk membuat tangga itu, namun ada
yakin di dalam hati saya. Bahwa, akan saya titi papan-papan itu semakin tinggi,
sampai suatu hari nanti, saya gapai cita-cita suci itu dengan tangan saya
sendiri.
Kemaafan
haruslah saya haturkan kepada puan, sebab terlambat saya mengantarkan surat
ini. Mungkin puan sudah menanti lama akan kedatangannya. Rasa maaf juga saya
haturkan, karena tak sampai surat cinta ini kepada 4 helai. Namun saya harap,
jadilah tulisan ini sebagai pengubat rindu, jika puan sedang benar-benar
merindukan saya. Hehe.
Tiada
ada yang dapat saya beri, melainkan beberapa helai untaian doa. Semoga Allah
berikan kebahagiaan, kecintaan, dan ketenangan di hati puan. Hendaknya mudahlah
segala urusan puan, sehat selalu, dan jadi insan yang bermanfaat bagi Islam dan
segenap makhluk di sekeliling puan.
Semoga Allah swt,
membalas segala budi baik puan.
Sayuti
Komentar
Posting Komentar