Langsung ke konten utama

Menulis dan Bercerita


Hasil gambar untuk menulis dan bercerita

Pada dasarnya menulis adalah bercerita. Tidak jauh berbeda dengan berbicara. Hanya saja, diksi-diksi yang dikeluarkan itu tidak verbal. Tidak berkontak langsung dengan si pendengar. Karena itu ada kesemuan interaksi di dalam tulisan karena bercerita dengan cara menulis. Namun, karena menulis, suatu cerita jadi abadi. Selagi tulisan itu masih ada, masih bisa dibaca.
Bercerita dengan menulis itu sebenarnya tidak buruk. ada orang-orang yang terbata-bata lidahnya ketika mengucap, lantas ia tutupi keterbataannya itu dengan menulis. Sehingga isi atau point yang ingin disampaikannya itu bisa digambarkan dengan jelas.
Menulis itu tetap penting, bahkan dalam pengertian islam. Karena al-Qur’an bisa saja lenyap dari dunia ini, bila tidak ditulis. Hadits-hadits yang jumlahnya jutaan, selain dihafal juga ditulis oleh ulama-ulama. Mereka memahami, bahwa hafalan-hafalan yang berada di dalam fikirannya tentu harus diabadikan dalam bentuk tulisan, sehingga bisa digunakan bagi masyarakat awam yang tidak begitu kompeten di bidangnya. Tulisan pula relevan dengan perintah baca dalam surah al-Alaq. Meskipun pengertian “baca” di ayat tersebut bersifat sangat luas, -seperti membaca tanda-tanda alam, membaca pola kehidupan, membaca karakter manusia dan banyak lagi- Tentunya sesuatu yang harus dibaca adalah tulisan.
Menulis itu sebenarnya gampang-gampang susah. Banyak insan yang lihai mengutarakan cerita atau ide-ide lewat verbal, namun bisa kaku tangannya ketika hendak menulis. Atau ia dapat menulis, namun tidak bisa ia jabarkan selengkap penjelasan verbalnya. Dengan demikian, menulis itu sebenarnya bukan sebuah kemampuan yang ajaib atau luar biasa. Menulis itu cenderung bisa dilakukan dengan cara sering-sering membiasakannya.
Bagi kita yang ingin lihai dalam menulis, harus memulainya dengan menceritakan diri sendiri di atas lembaran kertas. Pelan-pelan, kemampuan menyusun kalimat itu akan terus membaik. Tepatnya, selama untaian kalimat yang kita susun itu mampu dipahami oleh orang lain, maka pada dasarnya kita sudah mampu bercerita dengan menulis.
Menulis pada dasarnya bersifat privasi. Yakni gagasan-gagasan itu muncul dari diri kita sendiri. Terkadang tujuan orang menulis hanya untuk menjadi koleksi pribadi, jadi catatan-catatan hidup, untuk menuangkan pikiran-pikirannya dan lain sebagainya. Namun, adakalanya pula orang menulis dengan tujuan memberi informasi kepada orang lain, baik itu ide-ide cerita, informasi berita, data dan lain sebagainya.
Kita tentunya sangat suka, ketika tulisan-tulisan kita bisa dinikmati oleh orang lain sebagai sebuah hiburan, atau sesuatu yang bernilai. Namun, bagi kita yang sedang belajar menulis. Hendaknya jangan terlalu disandra oleh keelokan susunan kata. Karena menulis dengan menuntut keelokan kata itu bisa mematikan kebebasan hati kita dalam mencurahkan isi pikiran atau hati. Bila hal ini terjadi terus menerus, maka dampaknya akan buruk bagi kelancaran gerak tangan kita di kertas dalam menerjemahkan kata-kata di pikiran.
Keelokan susunan kalimat itu akan lahir tanpa dengan dipaksa, melainkan keluar dengan sendirinya. Semakin sering kita menulis, maka semakin elok susunan kata kita untuk dinikmati orang lain. Analoginya seperti menggoyang belanga dalam sungai bermateri emas, semakin kita mahir menyaring emas dalam ribuan pertikel pasir, semakin mudah bagi kita untuk menemukan emas itu. Itu, karena kita sudah mahir.
Hanya seperti itu, hal yang bisa saya ceritakan tentang tulisan. Sangat ingin hati saya menjadi penulis hebat seperti buya hamka. Dalam sebuah rekaman suaranya, saya pernah mendengar, “meski umur kita tidak lebih dari 100 tahun, namun kita bisa terus hidup, untuk ratusan dan ribuan tahun. Kita bisa hidup merentasi generasi dengan tulisan-tulisan kita.” Bisa jadi, tulisan yang sekarang ini terasa biasa-biasa saja. Namun suatu saat nanti, ia akan menjadi sangat indah ketika membacanya. Karena keindahan itu, cenderung hadir kala kita mengenang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Argumen Mengapa Jin Masuk Surga Layaknya Manusia

Berpijak dari nash al-Qur’an yang ramai diketahui oleh segenap muslim mengenai eksistensi manusia dan jin sebagai hamba yang wajib tunduk dan patuh, menyembah Allah swt. Oleh karena itu, sebagaimana manusia, jin juga mendapat perintah dari Allah swt. mereka juga tercakup dalam syariat para nabi dan kejahatan mereka pula layak mendapat hukuman. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. diutus kepada mereka sebagaimana diutus kepada manusia. Semua itu tidak diperselisihkan oleh ulama. Namun, perbedaan pendapat muncul dari pertanyaan, apakah jin akan masuk surga?. Mayoritas ulama berpendapat bahwa jin akan masuk surga atau pun neraka. Ada juga yang menyatakan bahwa pahala jin yang muslim hanyalah sebagai alat untuk menjauhkannya kepada neraka dan tidak akan masuk surga. Hal ini dikarenakan bahwa surga hanya diperuntukkan untuk Adam a.s. ini adalah pendapat imam abu hanifa rahimahullah wajhah. Para ulama yang menyatakan bahwa jin muslim akan masuk surga berpijak dari 10 argumen y...

Kisah Orang Terakhir yang Masuk Surga

Dari Hadist Shahih Muslim, diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda tentang kisah ini. Rasulullah saw bersabda: Orang yang terakhir masuk surga adalah seseorang yang berjalan di atas shirat al-mustaqim sekali, sedang ia berada di atas jahannam (neraka). dia akan jatuh sekali, dan dia akan terbakar oleh neraka sekali. Kemudian, ia berhasil menyeberang dan diselamatkan dari jurang neraka, ia berkata, “Terpujilah Dia yang telah menyelamatkanku darimu (neraka). Allah Swt. telah memberiku sesuatu yang tak pernah diberikan kepada orang lain selain aku.” Jadi ia menganggap bahwa dirinya sebagai orang yang paling beruntung. Setelah ia melewati shirat al-mustaqim, Allah Swt. menumbuhkan sebuah pohon untuknya. Jadi, ia memohon kepada Allah Swt. agar mendekatkannya kepada pohon tersebut, sehingga ia bisa berada dalam naungannya, ia bisa minum dengan airnya. Lalu, Allah menempatkannya di bawah pohon tersebut. Kemudian, Allah Swt. menumbuhkan po...