
Petuah orang tua sering kita
dengar, janganlah menyakiti hati insan, karena itu sulit disembuhkan. Bila tubuh
tergambar luka, tentulah ia dapat diobati. Namun, bila hati tersayat luka, ke
mana obat hendak dicari. Jadilah intisari petuah itu sebagai rambu-rambu yang
fundamental, dalam hidup kita sebagai manusia, yang hiruk pikuk dalam bertegur
sapa.
Nyatalah manusia itu, nihil
dari kesempurnaan. Tentulah ia ada silap dan salah. Adakala itu menjadi niat
dan maksud, adakala pula benar-benar tak disengaja. Jika benar ia bermaksud
menyakiti hati orang lain, tentulah itu perbuatan jahat. Karena silapnya itu
adalah satu pilihan yang sadar. Dan jika ia tersilap dengan tiada sadar, apatah
ia jadi perbuatan jahat?.
Maka jawaban dari itu, tetap
jahatlah ia. Meski jahatnya itu karena tiada ia sadari. Karena itu, Allah beri
potensi berfikir dan merenung. Allah beri pula waktu lapang dan sunyi. Di mana
ketika waktu itu datang, hendaklah kita suka merenung. Apa yang telah kita
lakukan?. Apakah hari ini ada menyakiti hati insan?, jika tak didapat jua
perbuatan menyakiti, mari masuklah lebih dalam lagi dari renungan itu. Adakalanya,
sebuah perbuatan baik yang kita maksudkan, belum tentu berdampak baik bagi
insan disekitar kita.
Bermuhasabah setiap masa sunyi
dan lapang, hendaklah jadi rujukan penting bagi kita. Dengan itu, jadilah kita
insan yang lebih elok perangainya. Jadi tidak tersilap dengan kesalahan lama. Banyak
merenung, membuat kita pandai. Pandai untuk menempatkan diri dan tak terulang
dalam kejahatan lagi.
Terlalu banyak hal dapat kita renungi
itu. Namun, terbatas jua akal kita untuk melihat semuanya itu dengan pasti. Namun,
istiqamah dalam merenung itu yang Allah cintai. Dan dengan manfaatnya, akan Allah akan rahmati. Lagi-lagi petuah
orang tua memang selalu bijak. Lebih lah baik walau sedikit, daripada tidak
sama sekali.
Komentar
Posting Komentar