Langsung ke konten utama

Jauhkah kita dengan al-Qur'an?

Al-Quran, merupakan satu-satunya teks yang dapat diyakini keabsahannya. Banyak pelaku yang terlibat sehingga keontetikannya terjaga hingga sekarang. Hal ini juga merupakan kemukjizatan Rasulullah Muhammad saw, bahwa al-Qur’an menjadi risalah yang universal dan komprehensif dalam membimbing muslimin untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia di berbagai dimensi alam.
Hal ini disadari sepenuhnya oleh kaum muslim, bahwa al-Qur’an adalah kitab yang tiada syadz padanya. Namun, dalam aplikasinya, kebanyakan dari kita tidak berhasrat untuk menggali setiap pesan yang tertuang dalam al-Qur’an. Padahal,  sudah banyak pihak-pihak ilmuan yang takjub akan kebenaran al-Qur’an. Tidak sedikit juga yang hanya menjadikannya sebagai landasan teori untuk menemukan berbagai rahasia alam tanpa mengimaninya.
Mengkritisi tubuh sendiri, bahwa sebahagian muslim tidak berhasrat untuk menelaah al-Qur’an secara utuh. Tidak sedikit dari kita yang memandang bahwa, al-Qur’an hanya sekedar bagian dari rukun iman yang harus diimani, bacaan yang harus dibaca untuk memperoleh pahala, media untuk melantunkannya dengan irama yang mengalun merdu dan sebagainya. Padahal lebih dari itu, al-Qur’an adalah satu-satunya teks yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, menyentuh segala aspek alam dan tidak terbatas.
Mengkaji tubuh sendiri, bahwa moral individu muslim menjadi semakin rendah karena semakin jauh dari al-Qur’an. Kita memang sudah pernah meng-khatam-nya atau mungkin beberapa kali, namun sudah pernahkah kita mengkhatam tadabbur-nya. Merenungi berbagai esensi dan i’jaz di dalamnya, merupakan hal yang lebih berharga dan bermanfaat daripada membacanya saja tanpa proses tadabbur dan tadarrus.
Merenungi tubuh sendiri, bahwa kita sudah sepatutnya bergerak untuk memahami secara langsung pesan-pesan yang dituangkan dalam al-Qur’an. Minimal, kita mampu Mengaitkannya secara langsung dengan fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita. Berbagai macam tafsir telah tersedia untuk kita pahami pemahaman yang lebih mendalam tentangnya. Bahwa, dengan sering membacanya, men-tadabburkannya, keluasan dan kelapangan pikiran serta jiwa akan terasa dalam setiap individu insan muslim dalam keseharian kehidupannya.
Menilik tubuh sendiri, bahwa hilangkan pemahaman bahwa menghafal al-Qur’an adalah ajaran suatu aliran. Semua aliran dalam Islam menjadikan al-Qur’an sebagai sumber rujukan utama. Sering timbul pemikiran di tubuh kaum muslim bahwa menghafal al-Qur’an dapat menjadikan kita berdosa apabila kita lupa setiap ayat yang kita hafal. Padahal, dogma ini yang malah menjauhkan kita dari kiblat serta imam dalam islam.
Sudah sepatutnya bagi kita untuk memasukkan al-Quran ke dalam hati kita, agar ia selalu bercahaya. Tanamkan hafalan al-Qur’an kepada anak-anak kita, sehingga kelak, ketika ia beranjak dewasa, ia tidak lagi sulit untuk mengkaji ilmu asbabun nuzul, mencari munasabahnya, bahkan mempelajari setiap tafsir ayat dari berbagai sudut pandang.

Maka kita menjadi resah, ketika al-Qur’an dijauhi. Kita menjadi khawatir bila mana itu sama dengan pola pikiran kaum kristiani, yang mengimani agamanya melalui pemahaman pasturnya, dan enggan untuk mengkaji kitab injilnya sendiri. Mereka tidak tau secara utuh apa yang terdapat dalam kitabnya, melainkan pemahaman yang diberikan oleh pasturnya dan bahkan banyak ajaran dan dakwah pastur yang tidak relevan dengan kitab injil mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis dan Bercerita

Pada dasarnya menulis adalah bercerita. Tidak jauh berbeda dengan berbicara. Hanya saja, diksi-diksi yang dikeluarkan itu tidak verbal. Tidak berkontak langsung dengan si pendengar. Karena itu ada kesemuan interaksi di dalam tulisan karena bercerita dengan cara menulis. Namun, karena menulis, suatu cerita jadi abadi. Selagi tulisan itu masih ada, masih bisa dibaca. Bercerita dengan menulis itu sebenarnya tidak buruk. ada orang-orang yang terbata-bata lidahnya ketika mengucap, lantas ia tutupi keterbataannya itu dengan menulis. Sehingga isi atau point yang ingin disampaikannya itu bisa digambarkan dengan jelas. Menulis itu tetap penting, bahkan dalam pengertian islam. Karena al-Qur’an bisa saja lenyap dari dunia ini, bila tidak ditulis. Hadits-hadits yang jumlahnya jutaan, selain dihafal juga ditulis oleh ulama-ulama. Mereka memahami, bahwa hafalan-hafalan yang berada di dalam fikirannya tentu harus diabadikan dalam bentuk tulisan, sehingga bisa digunakan bagi masyarakat awam...

10 Argumen Mengapa Jin Masuk Surga Layaknya Manusia

Berpijak dari nash al-Qur’an yang ramai diketahui oleh segenap muslim mengenai eksistensi manusia dan jin sebagai hamba yang wajib tunduk dan patuh, menyembah Allah swt. Oleh karena itu, sebagaimana manusia, jin juga mendapat perintah dari Allah swt. mereka juga tercakup dalam syariat para nabi dan kejahatan mereka pula layak mendapat hukuman. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. diutus kepada mereka sebagaimana diutus kepada manusia. Semua itu tidak diperselisihkan oleh ulama. Namun, perbedaan pendapat muncul dari pertanyaan, apakah jin akan masuk surga?. Mayoritas ulama berpendapat bahwa jin akan masuk surga atau pun neraka. Ada juga yang menyatakan bahwa pahala jin yang muslim hanyalah sebagai alat untuk menjauhkannya kepada neraka dan tidak akan masuk surga. Hal ini dikarenakan bahwa surga hanya diperuntukkan untuk Adam a.s. ini adalah pendapat imam abu hanifa rahimahullah wajhah. Para ulama yang menyatakan bahwa jin muslim akan masuk surga berpijak dari 10 argumen y...

Kisah Orang Terakhir yang Masuk Surga

Dari Hadist Shahih Muslim, diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda tentang kisah ini. Rasulullah saw bersabda: Orang yang terakhir masuk surga adalah seseorang yang berjalan di atas shirat al-mustaqim sekali, sedang ia berada di atas jahannam (neraka). dia akan jatuh sekali, dan dia akan terbakar oleh neraka sekali. Kemudian, ia berhasil menyeberang dan diselamatkan dari jurang neraka, ia berkata, “Terpujilah Dia yang telah menyelamatkanku darimu (neraka). Allah Swt. telah memberiku sesuatu yang tak pernah diberikan kepada orang lain selain aku.” Jadi ia menganggap bahwa dirinya sebagai orang yang paling beruntung. Setelah ia melewati shirat al-mustaqim, Allah Swt. menumbuhkan sebuah pohon untuknya. Jadi, ia memohon kepada Allah Swt. agar mendekatkannya kepada pohon tersebut, sehingga ia bisa berada dalam naungannya, ia bisa minum dengan airnya. Lalu, Allah menempatkannya di bawah pohon tersebut. Kemudian, Allah Swt. menumbuhkan po...