Iqbal meramu postulat, “Saya
berbuat, karena itu saya ada (I act, therefore I exist), membedakannya dari
pemikir Muslim terdahulu yang banyak terjebak kenikmatan asketisme.
Dalam
memandang wahdatul wujud, Iqbal mengistilahkannya dengan “kesadaran
mistis”. Kesadaran mistis/wahdatul wujud dalam pengertian Muhammad
Iqbal adalah sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan
kehendak pribadi ketika mengidentifikasi dirinya dengan Tuhan. Hal ini
menyebabkan, para praktisi aliran tasawuf ini merasakan bahwa segala unsur
material adalah fana. Iqbal berargumen bahwa sikap menafikan diri bukanlah
jalan untuk mencapai kesempurnaan diri.
Ia
memandang, bahwa pusat dan landasan organisasi manusia adalah ego yang dimaknai
sebagai seluruh cakupan pemikiran dan kesadaran tenang kehidupan. Ia senantiasa
bergerak dinamis untuk menuju kesempurnaan dengan mendekatkan diri pada ego
mutlak, yakni Tuhan. Kehidupan manusia dalam keegoannya penuh dengan rintangan
dan halangan dalam mencapai keegoan mutlak tersebut, sehingga manusia harus
dapat menumbuhkan instrumen-instrumen tertentu dalam dirinya seperti panca
indra, nalar dan potensi manusiawi lainnya untuk menghadapi segala rintangan
yang menghalangi proses pencapaian tersebut.
Oleh
karena itu, proses penafian diri sepertinya tidak sejalan dengan kondisi
manusia yang dilengkapi dengan sejumlah potensi yang hidup. Untuk menyatukan
diri dengan Tuhan, menurutnya, harus melibatkan ego kreasi. Ini dimaknai oleh
Iqbal sebagai “kesadaran profetik”. Kesadaran ini merupakan sebuah cara
mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas dan melalui
kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.
Konsep
wahdatul wujud dalam pemikiran Iqbal adalah sikap mengindentifikasi
keinginan pribadi dengan kehendak tuhan melalui cara penyempurnaan diri, bukan
dengan cara penafian diri. Kehendak manusia dalam posisi tersebut adalah
otonom, namun masih dalam koridor bimbingan Ilahi. Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar