Langsung ke konten utama

Kata-Kata dan Perasaan

Hasil gambar untuk perasaan
Banyak hal yang tidak bisa diungkapkan dalam hidup ini. Apalagi bagi tipikal orang yang cenderung pendiam atau tidak mahir mengungkapkan maksud perasaannya dengan sempurna, sehingga maksudnya sulit untuk dapat diterima dengan utuh oleh si pendengar. Itu lumrah terjadi bagi sebagian orang, memang tidak semuanya.
Kita tidak bisa menyangkal, bahwa kata-kata yang keluar dari komponen alat bicara kita adalah ekspresi dari perasaan yang menetap di dalam sanubari. Bahwa kata-kata seorang guru yang keluar ketika mengajarkan suatu bidang ilmu kepada anak didiknya merupakan ekspresi perasaannya yang berhasrat untuk mengajari. Bahwa seorang ibu yang memarahi anaknya karena berbuat salah, merupakan ekspresi kekesalan hatinya karena perbuatan anaknya tersebut. Bahwa seorang nelayan bernyanyi sambil memancing ikan di atas perahu, karena hatinya sedang cerah, secerah langit laut, tak diganggu angin riuh nan kencang.
Sekilas, kita bisa menilai, bahwa perasaan itu bisa dengan serta merta dapat diekspresikan dengan kata-kata. Namun nyatanya, tidak selamanya demikian. Ketika luapan perasaan di sanubari tersebut sedang berada di derajat luar biasa. Ketika itu, rasa tidak bisa diwakilkan dengan kata-kata. Karena ketika ketika perasaan DLB (derajat luar biasa) itu ingin diungkapkan melalui kata-kata, maka sudah barang tentu ia akan berdusta.
Sebagaimana kutub magnet, atau switch arus listrik, sanubari sebagai wadah bernaungnya perasaan juga punya kecenderungan positif dan negatif. Sanubari manusia akan sangat rentan dalam menerima dua aspek ini. Artinya, besar kecilnya porsi unsur positif dan negatif di dalam sanubari sangat tergantung pada si empunya sanubari dalam mengisi daya perasaannya dengan hal-hal yang baik atau buruk.
Nah, perasaan DLB ini tidak akan lepas dari dua unsur yang beroposisi tersebut. Jika unsur negatif sedang diserang perasaan DLB, maka muncullah perasaan dendam. Sebuah perasaan benci yang super dasyat, bersemanyam di dalam dada dan membakar hal-hal yang indah di dalam hatinya. Jikasanya seseorang bertanya kepadanya tentang perihal dendam di sanubabarinya, sudah barang tentu esensi rasa dari kebencian luar biasa itu tidak akan tuntas digambarkan dengan kata-kata. Sekeras apapun ia berusaha untuk mengambarkan kebenciannya, ia tidak akan mampu. Tidak akan mampu untuk memberikan pemahaman kepada orang lain tentang bagaimana yang sebenarnya ia rasakan. Sengaja tidak saya ilustrasikan kata-katanya, karena memang terlalu kasar. Hehe.
Lain halnya jika perasaan DLB sedang menimpa unsur positif sanubari. Maka lahirlah perasaan cinta dan kasih sayang, bahkan menggebu-gebu. Sehingga, apapun yang diinginkan/disukai/dihajatkan oleh orang yang dicintainya, dengan serta merta tanpa terasa berat langsung direalisasikan. Bahkan ada kasus, “tanpa memperhitungkan resiko”. Perasaan yang seperti ini pun tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, bagaimana esensi rasa yang sedang dirasakan oleh si empunya sanubari. Seorang suami tentu akan berkata kepada istrinya, “Wahai belahan hatiku, jikalah engkau tahu dalamnya perasaanku ini kepadamu, inginlah aku terbang ke awan dan memetik bintang, tentu akan kuberikan kepadamu. Akanlah kudaki puncak Himalaya, kupersembahkan bunga edelwis kepadamu.” Dusta kan? Tapi tidak sepenuhnya, karena kata-kata yang “beban”nya berat itu merupakan ekspresi dari dalamnya perasaan seorang suami kepada istrinya.

Nah, itulah yang kemudian dikatakan gombal oleh banyak perempuan. Asal tau saja, bahwa tidak semua gombal itu, omong kosong belaka. Lihatlah nanti ketika sudah menikah. Hehe.

Komentar