Langsung ke konten utama

Jeumeurang ("Yang Dilepas")



Hasil gambar untuk lukisan kapal

Gurat-gurat senyum, tergambar di wajah mereka
Tidak sebenarnya, hanya tampias saja
Sesuatu merundung
Apatah!

Melambai-melambai, ramai telapak tangan itu
Berikut jari-jemarinya yang menjunjung
Melepas kepergian
“Selamat tinggal, ku lepas engkau dibawa angin dermaga”
Sahut-sahut mereka begitu
Hatinya pilu

Bunyi mesin kapal menderu
Seperti ikut dirundung
Karena sebab ia
Reruntuhan airmata ayah dan ibu bertebaran
Para sanak saudara pula
Dihempas pecah disibak pantai

Nun jauh ke seberang daratan
“Yang dilepas” akan mematuk rezeki
Di tanah sendiri memang padi menguning
Tapi mulut mereka dikunci
Dilarang menyuap nasi ke mulut sendiri

Di daratan ini
Pendidikannya hanya mengaji
Kitab-kitab bahkan sudah lusuh
Tak terhitung berapa kali lembar-lembar itu dibolak-balik
Tetapi dia pikir
“Pendidikanku tak cukup hanya mengaji”
Sebab di televisi, punya kedai kopi
Sebuah pesawat antariksa dilepas ke ruang angkasa
Robot-robot bergerak seperti diberi nyawa
Pelajar-pelajar mengkaji kimia
Dia jadi lesu
“di kampungku, itu tidak ada”

Terbayanglah
“Jika kampungku punya pabrik minyak,
dapatlah dipasang keran ke dapur Nek Bayan
Jika kampungku punya lab kimia,
tentu takkan meninggal Cek Uma karena gula darahnya
Jika kampungku punya pabrik robot,
tak perlu cupo-cupo turun ke sawah menggendong anaknya
Jika kampungku punya pabrik pesawat terbang,
akan mudah mak dan ayah pergi berhaji
si Zul dan Yahya pun ingin ke palestina, bantu rakyat gaza di sana”

Karena, “yang dilepas” bersama Teungku Syam
pernah mengaji Kitab Ihya’
Imam al-Ghazali pernah berkata:
“Menuntut ilmu agama adalah fardhu ain,
Menuntut ilmu dunia itu fardhu kifayah.”
Lantas dia kritis pada realitas
“Jika satu kampung tak punya ahli pesawat
Tak punya ahli kimia
Tak punya ahli kedokteran
Tak punya ahli alam
Tentu berdosalah satu kampung ini”
Dia punya ambisi
Agar kampung ini, kembali hebat lagi

Di buritan kapal, “yang dilepas” menyeringai
memandang jauh ke arah kerumunan
mencari letak kekasihnya berdiri
sejak di dermaga tadi, dia sudah menilik sekeliling
rupanya,
Kekasihnya tak datang melepas ia pergi

Dia dan kekasihnya
Punya kisah di pelataran masjid
Di pagar itu
Sahut sapa keduanya bisu
Diurai kata-katanya di atas kertas putih
Sudah ratusan surat cinta, diserah-terima
Sebab di saku celananya
tak cukup mahar

Airmatanya jernih lantas jatuh menggelayut
Belum hilang daratan saja, hatinya sudah berat rindu
Lalu,
Dimasukkan tangannya ke saku baju
Secarik kertas ada di dalam
Dibuka amplop itu,
Berisi uang satu gulung
Juga surat cinta dari Fatimah,

Sepotong kalimat terakhir di surat cinta itu
Membuat dia jatuh berlutut
Meronta-ronta tangisannya
Teringat ibunya bilang tadi siang
“Pulanglah lekas, sebelum mak dan ayah meninggal”
Digemgam besi pegangan itu erat-erat
Mengerang!
Sakit di dalam dadanya

“Cut Abang Balia, janganlah sedih karena jarak.
Kudoakan mudah urusanmu di sana
Bila dirasa sudah cukup ilmu dan mahar
Lekaslah pulang
Sebelum mak dan ayah, menikahkanku dengan Teungku Saifullah”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis dan Bercerita

Pada dasarnya menulis adalah bercerita. Tidak jauh berbeda dengan berbicara. Hanya saja, diksi-diksi yang dikeluarkan itu tidak verbal. Tidak berkontak langsung dengan si pendengar. Karena itu ada kesemuan interaksi di dalam tulisan karena bercerita dengan cara menulis. Namun, karena menulis, suatu cerita jadi abadi. Selagi tulisan itu masih ada, masih bisa dibaca. Bercerita dengan menulis itu sebenarnya tidak buruk. ada orang-orang yang terbata-bata lidahnya ketika mengucap, lantas ia tutupi keterbataannya itu dengan menulis. Sehingga isi atau point yang ingin disampaikannya itu bisa digambarkan dengan jelas. Menulis itu tetap penting, bahkan dalam pengertian islam. Karena al-Qur’an bisa saja lenyap dari dunia ini, bila tidak ditulis. Hadits-hadits yang jumlahnya jutaan, selain dihafal juga ditulis oleh ulama-ulama. Mereka memahami, bahwa hafalan-hafalan yang berada di dalam fikirannya tentu harus diabadikan dalam bentuk tulisan, sehingga bisa digunakan bagi masyarakat awam...

10 Argumen Mengapa Jin Masuk Surga Layaknya Manusia

Berpijak dari nash al-Qur’an yang ramai diketahui oleh segenap muslim mengenai eksistensi manusia dan jin sebagai hamba yang wajib tunduk dan patuh, menyembah Allah swt. Oleh karena itu, sebagaimana manusia, jin juga mendapat perintah dari Allah swt. mereka juga tercakup dalam syariat para nabi dan kejahatan mereka pula layak mendapat hukuman. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. diutus kepada mereka sebagaimana diutus kepada manusia. Semua itu tidak diperselisihkan oleh ulama. Namun, perbedaan pendapat muncul dari pertanyaan, apakah jin akan masuk surga?. Mayoritas ulama berpendapat bahwa jin akan masuk surga atau pun neraka. Ada juga yang menyatakan bahwa pahala jin yang muslim hanyalah sebagai alat untuk menjauhkannya kepada neraka dan tidak akan masuk surga. Hal ini dikarenakan bahwa surga hanya diperuntukkan untuk Adam a.s. ini adalah pendapat imam abu hanifa rahimahullah wajhah. Para ulama yang menyatakan bahwa jin muslim akan masuk surga berpijak dari 10 argumen y...

Kisah Orang Terakhir yang Masuk Surga

Dari Hadist Shahih Muslim, diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda tentang kisah ini. Rasulullah saw bersabda: Orang yang terakhir masuk surga adalah seseorang yang berjalan di atas shirat al-mustaqim sekali, sedang ia berada di atas jahannam (neraka). dia akan jatuh sekali, dan dia akan terbakar oleh neraka sekali. Kemudian, ia berhasil menyeberang dan diselamatkan dari jurang neraka, ia berkata, “Terpujilah Dia yang telah menyelamatkanku darimu (neraka). Allah Swt. telah memberiku sesuatu yang tak pernah diberikan kepada orang lain selain aku.” Jadi ia menganggap bahwa dirinya sebagai orang yang paling beruntung. Setelah ia melewati shirat al-mustaqim, Allah Swt. menumbuhkan sebuah pohon untuknya. Jadi, ia memohon kepada Allah Swt. agar mendekatkannya kepada pohon tersebut, sehingga ia bisa berada dalam naungannya, ia bisa minum dengan airnya. Lalu, Allah menempatkannya di bawah pohon tersebut. Kemudian, Allah Swt. menumbuhkan po...